JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga orang saksi terkait kasus korupsi pengadaan tower transmisi 2016 pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyatakan, ketiga saksi yang diperiksa yakni, NM selaku Tenaga Ahli Pusenis 2015, NS selaku Direktur Regional Jawa Barat, dan ZN selaku Engineer Konstruksi Transmisi PLN Pusat.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi 2016 pada PT PLN (persero), " kata Sumedana, dalam keterangan yang diterima Media, Senin (19/9/2022).
Sumedana menjelaskan, kasus ini berawal ketika pada 2016 PT PLN (persero) memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp2.251.592.767.354.
Sebelumnya, tegas Sumedana, telah dilakukan penyelidikan dan ditemukan peristiwa pidana terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower 2016 pada PT. PLN, yaitu adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
Fakta-fakta tersebut di antaranya, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat. Menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada 2016, namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.
Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan pun selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.
PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.
Baca juga:
Residivis 363 Kembali Ditangkap Polisi
|
Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing. Kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama satu tahun.
PT PLN dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower. Perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.
Pada kasus ini, ditemukan juga tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum.
Berdasarkan surat perintah penyidikan tersebut, penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan pada tiga titik lokasi yaitu PT. Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH.
Penyidik pun telah memperoleh barang bukti dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam kasus tersebut. (***)