Nusakambangan, 17 November 2022 - 9 Orang Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan kelas II Nusakambangan mendatangi Lapas kelas IIA Besi Nusakambangan. Kedatangan rombongan Pembimbing Kemasyarakatan tersebut bertujuan untuk melaksanakan Asesmen Tingkat Resiko kepada Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai salah satu syarat Pengusulan Remisi. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana serta Anak Binaan dan telah berperilaku baik selama menjalani masa pidana. Remisi merupakan hak yang dimiliki oleh Narapidana dan Anak Binaan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan pada Pasal 10 ayat (2) huruf c tertulis bahwa “telah menunjukkan penurunan tingkat resiko”, serta Memperhatikan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat,
Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.
Praditya (Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Pertama) melakukan Asesmen Tingkat Resiko Narapidana menggunakan alat asesmen yaitu Instrumen Screening Penempatan Narapidana (ISPN), Asesmen Risiko Residivis Indonesia (RRI) dan Asesmen Kebutuhan Kriminogenik kepada Warga Binaan Pemasyarakatan yang akan diusulkan Remisi. Salah satu WBP itu bernama MY (28). Pembimbing Kemasyarakatan memberikan Lembar Persetujuan (Informed Consent) kepada WBP untuk diisi serta ditandatangani. Dengan ditandatanganinya Lembar Persetujuan tersebut, WBP menyetujui dan mengetahui bahwa dirinya akan di Asesmen oleh PK dari Bapas Nusakambangan. WBP juga diharuskan bersikap kooperatif dan jujur dalam pengambilan data.
Pada saat dilakukan Asesmen, MY mengatakan sangat bersyukur karena dipercaya oleh pihak Lapas untuk mendapatkan Remisi Susulan. MY bercerita bahwa dirinya sangat menyesali perjalanan hidupnya di masa lalu yang mengakibatkan dirinya terjerumus kedalam pergaulan yang tidak baik sehingga akhirnya MY terjerat 3 perkara pidana. MY mengatakan selama menjalani pembinaan di Nusakambangan merupakan momentum untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih rajin melaksanakan ibadah. MY berjanji tidak akan melakukan pelanggaran hukum lagi karena ia sudah mendapatkan banyak pelajaran kehidupan selama menjalani pembinaan dan ia sangat menyesal karena harus terpisah jauh dari keluarganya. Praditya berpesan kepada MY “Cukup jadikan masa lalu sebagai pengalaman hidup karena manusia tidak bisa merubah semua yang sudah dilakukannya. Petugas di Lapas adalah pembina WBP, tapi WBP sendiri harus memiliki tekad yang kuat untuk menjadi individu yang lebih baik lagi di masa depan”.